0
Polemik Penyambutan Mahasiswa Baru
Posted by Fadhlan L Nasurung
on
11:33 PM
in
Opini
Tahun
ini nampaknya suasana penerimaan Mahasiswa Baru (MABA) akan kembali terasa
hambar, semenjak diberlakukannya peraturan tentang pelarangan Orientasi Siswa
Pengenalan Kampus (OSPEK), atau yang sekarang berubah menjadi Orientasi
Pengenalan Akademik (OPAK). OSPEK yang dulunya dilakukan oleh mahasiswa senior
dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) kini
beralih menjadi wewenang pihak birokrasi kampus, semenjak dugaan maraknya aksi
kekerasan dan perpeloncoan dalam prosesi OSPEK, agenda tahunan tersebut kini
nyaris dihapuskan, walaupun telah diganti menjadi sekedar seremonial pengenalan
kampus, tetap saja kebijakan tersebut memandulkan fungsi lembaga kemahasiswaan
sebagai wadah silaturrahim bagi mahasiswa yang baru menginjak dunia kampus.
Jelas
saja dampak yang timbul dari peniadaan OSPEK membuat hubungan emosional
senior-junior menjadi agak renggang, malahan tidak jarang ada Mahasiswa Baru
yang cenderung kurang menghargai seniornya, ini bukan berarti bahwa OSPEK
mengajarkan paham senioritas yang menuntut junior untuk selalu patuh dan taat
pada perintah seniornya, namun lebih kepada pendidikan untuk senantiasa
menghargai mereka yang lebih tua. Berstatus sebagai mahasiswa tentunya memiliki
nilai lebih dari sebelumnya sebagai seorang pelajar sekolah tingkat menengah,
karena mahasiswa harus memegang prinsip independensi dan melaksanakan tanggung
jawab intelektual. Lalu bagaimana hal itu dapat terwujud ketika pihak kampus
(pemegang kebijakan) memperlakukan para mahasiswanya tidak ubahnya seperti para
pelajar SMA?
Dalam
tradisi kaderisasi kampus yang selama ini berusaha dipertahankan seperti halnya
OSPEK, mahasiswa baru tidak hanya diajarkan tentang etika dan norma sebagai
mahasiswa, tetapi juga meransang proses berfikir kritis serta membentuk
mentalitas sebagai seorang calon intelektual yang tentunya memiliki
tanggungjawab sosial kepada masyarakat. Karena yakin dan percaya bangku
perkuliahan tidak akan mampu memenuhi kebutuhan geliat intelektualitas para
mahasiswa yang memang merupakan masa subur lahirnya calon-calon pemimpin bangsa
di masa depan, karena memang dalam kurikulum akademik di semua kampus tidak
mengajarkan hal-hal yang berhubungan dengan gerakan mahasiswa.
Melihat
perkembangan gerakan mahasiswa dua tahun terakhir yang cenderung mandul
mengindikasikan tumbuhnya kader-kader baru perjuangan mahasiswa memang sedang
dalam masa paceklik. Konstalasi dunia perguruan tinggi yang mulai dicekcoki
agenda privatisasi dengan ideologi developmentalisme membuat
kampus-kampus berlomba-lomba membangun gedung-gedung mewah dan megah layaknya
hotel-hotel berbintang, hal itu sebenarnya sama sekali baik jika memang untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di perguruan tinggi, namun menjadi sangat
ironis ketika hanya sebagai ajang fantasy pendidikan.
Sudah
semestinya pihak kampus senantiasa memberikan ruang bagi terciptanya
keberhidupan intelektualitas dan gerakan mahasiswa, bukan malam memenjarakan
para mahasiswanya dalam opium pengetahuan yang miskin analisis dan praksis.
Post a Comment