0

Bahasa Populer Versus Bahasa Indonesia

Posted by Fadhlan L Nasurung on 11:23 PM in
 Loe, Gue. Dua kata yang pastinya sangat akrab di telinga kita khususnya yang tinggal di wilayah urban perkotaan, namun berbagai siaran di layar kaca kita yang banyak mengangkat tema-tema kaum muda satu dasawarsa terakhir, telah secara massif mempopulerkan dua kata itu hingga ke pelosok-pelosok desa dan telah mereposisi penggunaan kata kamu dan saya. Dalam keseharian masyarakat khususnya di ibu kota Jakarta menggunakan kamu atau anda untuk menyebut orang kedua, merupakan hal yang sangat langka utamanya di kalangan anak muda yang populer dengan sebutan Anak Baru Gede (ABG), atau mereka yang telah mendeklarasikan dirinya sebagai anak gaul. Saya masih ingat betul sebuah film yang mengangkat tema kehidupan remaja berjudul Anak Baru Gede (ABG), seingat saya film tersebut banyak sekali memberikan pengaruh terhadap kehidupan dan pergaulan remaja di daerah saya, banyak bahasa-bahasa atau istilah-istilah yang tak lazim digunakan dimasyarakat saat itu menjadi trend dikalangan anak muda yang tengah menjadi obyek gempuran produk-produk media pertelevisian, bukan hanya perilaku berbahasa namun juga sikap pergaulanpun mengalami perubahan, sehingga menjadi anak gaul merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi mereka yang juga tengah disibukkan agenda pencarian jati diri. Hingga akhirnya bermunculan berbagai istilah-istilah baru yang menjadi simbol identitas sosial, jadi selain penampilan, bahasa dan gaya berbicara juga menjadi tolak ukur gaul tidak gaulnya seorang remaja atau anak muda. Itulah kekuatan bahasa media yang mampu memberikan propaganda terhadap alam bawah sadar mereka yang belum cukup mampu berfikir kritis.

Bahasa Gaul

Penggunaan bahasa-bahasa populer atau yang sering disebut bahasa gaul dikalangan kaum muda merupakan sebuah fenomena yang baru terjadi pasca reformasi bergulir, dimana simpul-simpul kebebasan berekspresi mulai digalakkan. Pada era Orde Baru bahasa merupakan sebuah atribut sosial yang dikontrol oleh rezim, berbudi bahasa merupakan salah satu istilah dari karya orde baru yang secara sistematis mengkondisikan masyarakat untuk senantiasa bungkam dan buta untuk mengkritik pemerintah. Seseorang yang ingin menyuarakan aspirasinya harus meggunakan bahasa yang sopan dan santun menurut kaedah penguasa, sekali bersuara yang bernada kritik terhadap pemerintah maka paling tidak ia akan dijebloskan ke dalam jeruji besi, atau yang lebih ekstrim jiwa akan melayang secara tragis. Namun sebuah pengakuan tentunya juga perlu sebagai benuk objektifitas penulis, bahwa Soeharto merupakan presiden yang sangat mencintai bahasa Indonesia hingga tidak mau mempelajari bahasa asing.

Ketika hendak merujuk ke Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kita tidak akan pernah menemukan kata gaul, namun ada beberapa kata yang kurang lebih mengandung suku kata dari kata gaul tersebut, seperti bergaul dan menggauli, namun itu bukan berarti kata bergaul dan menggauli berasal dari kata dasar gaul, karena kata yang sangat populer tersebut memang bukan berasal dari bahasa Indonesia yang baku melainkan merupakan satu karya modernisasi bahasa yang dilakukan oleh para kaula muda, entah siapa yang pertama kali memperkenalkan berbagai istilah populer tersebut saya tidak tahu pasti, namun ada indikasi bahwa tumbuhnya bahasa-bahasa populer tersebut berawal dari sekelompok anak muda yang ingin bebas mengekspresikan dirinya dari kungkungan berbagai institusi-intitusi sosial, mungkin terinspirasi dari komunitas anak punk di Amerika Serikat, dan bahasa gaul ala negeri Paman Sam yaitu slank yang juga cenderung tidak sesuai dengan kaedah bahasa Inggris (grammar) yang baku. Atau hipotesis lain mengatakan bahwa lahirnya bahasa populer akibat adanya interaksi kebudayaan yang begitu massif sehingga mendorong terjadinya diaspora bahasa yang kemudian melahirkan bahasa populer sebagai produk dari dialog budaya tersebut.

Spekulasi-spekulasi tersebut murni berasal dari penulis dan memang tidak ilmiah, karena hanya bermodalkan pisau analisa yang miskin sumber, namun dari kenyataan bahwa penggunaan bahasa populer kini lebih mendominasi dikalangan kaum muda dari pada bahasa Indonesia tentunya menjadi problematika tersendiri, untuk membendung hal tersebut untuk tidak mengatakan mustahil memang sangat sulit, meskipun hanya populer dalam bahasa verbal, namun penulis menilai bahasa populer dengan berbagai istilah-istilah yang sering digunakan sehari-hari sangat minim adab kesopanan, kata-kata seperti loe, gue, dan banyak lainnya terasa memiliki nilai sentimen yang negatif dan tidak relevan dengan budaya berbahasa oriental ala Indonesia.

Mengutamakan Bahasa Indonesia

Dalam sejarah bangsa pra kemerdekaan, bahasa Indonesia baru dikenal luas setelah terjadi peristiwa Sumpah Pemuda (1928), yang salah satu isi sumpahnya berbunyi “kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbahasa satu yakni bahasa Indonesia”, setelah peristiwa yang sangat monumental itu, bahasa Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam proses penyebaran issue dan ide-ide perjuangan melawan penjajahan, beberapa tokoh yang menjadi founding fathers Indonesia seringkali menggunakan bahasa Indonesia dalam orasi-orasi politiknya untuk membangkitkan semangat nasionalisme dan resistensi terhadap para kolonialis yang telah menjarah bumi pertiwi selama tiga abad lebih, sebut saja bapak proklamator negeri ini, Soekarno yang juga berjuluk singa podium karena kegigihannya berdakwah tentang cita-cita kemerdekaan yang akhirnya dapat terwujud pada 17 agustus 1945, sebagai era baru bagi bangsa Indonesia.

Soekarno pernah berkata “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak lupa dengan sejarahnya”, sebuah ungkapan yang tentunya sangat masyhur, maka dengan dalil tersebut menjaga bahasa Indonesia sebagai salah satu produk sejarah nasional adalah fardhu bagi kita para anak bangsa, tentunya dengan senantiasa mengutamakannya dalam bahasa pergaulan sehari-hari dengan tidak menggusur kedudukan bahasa daerah kita, karena bahasa Indonesia akan senantiasa merefleksikan karakter dan mentalitas bangsa sebagai benteng pertahanan untuk menjaga identitas keindonesiaan dari serangan berbagai arus perubahan yang radikal sebagai ekses globalisasi dan modernisasi yang tengah merajai dunia.

Meskipun bahasa populer juga merupakan satu karya dan kreasi anak bangsa, namun karena melihat aspek historis-kultural bangsa ini yang memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu dari berbagai lokalitas kultural yang ada, maka sudah selayaknya sebagai kandidat pemimpin di masa depan para kaum muda lebih mencintai bahasa Indonesia dengan mengutamakan penggunaannya. Salah satu kekayaan bahasa Indonesia yang merupakan cerminan dari pluralias bangsa adalah perbedaan dialeg (logat) dari setiap daerah yang juga memiliki bahasa lokal (daerah) masing-masing, bahasa lokal tersebut turut mempengaruhi corak dan mode berbahasa Indonesia. Hal itu menjadi bukti bahwa bahasa Indonesia menjadi alat pemersatu dari kekayaan khazanah budaya bangsa yang multikultural. Bahasa merupakan produk kebudayaan yang sangat intim dengan masyarakat, karena menyangkut tata kehidupan yang kemudian termanifestasikan dalam bentuk tanda, simbol dan bunyi, maka identitas sebuah bangsa dapat ditelusuri dari bahasanya. Dan kita tidak ingin generasi muda bangsa mengalami lost of identity karena tidak mengetahui akar budaya bangsanya, akibat miskin pengetahuan terhadap salah satu instrument utamanya yakni bahasa Indonesia. Maka jangan sampai bahasa populer yang tengah membudaya di kalangan kaum muda menjadi bahasa tandingan yang perlahan akan mereposisi penggunaan bahasa Indonesia. Jadi mari bersama-sama menggalakkan semangat berbahasa Indonesia.



|

0 Comments

Post a Comment

Copyright © 2009 Manusia Cipta All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.