0
Indonesia Kita & Kita Indonesian
Posted by Fadhlan L Nasurung
on
8:01 AM
in
Opini
Dari Sabang sampai
Merauke berjejer pulau-pulau, sambung-menyambung menjadi satu itulah Indonesia
...
Yah itulah sebuah lirik
lagu yang sedikit bisa menggambarkan indonesia secara demografi-territori, sebuah determinasi ruang yang selama beberapa dekade ini menjadi dalil atas exist claim negara-bangsa yag bernama
Indonesia. Adalah James richardson logan
yang disebut-sebut pertama kali memperkenalkan nama Indonesia untuk menggambarkan
sebuah kawasan yang berada disemenanjung samudera hindia di wilayah timur bumi
yang memiliki sumber daya alam berlimpah. Secara harfiah Indonesia yang berasal
dari bahasa latin berarti kepualuan hindia
(Indo-Nesos), ada pula yang memberikan pemaknaan sebagai wilayah kepulauan yang
terletak di samudera Hindia.
Indonesia yang menganut
konsepsi nation-state (negara-bangsa),
merupakan imagined community, yang awalnya
lahir dari imajinasi sekelompok imaginer
untuk membentuk sebuah institusi
sosial dalam bentuk negara-bangsa karena melihat adanya common sense senasib sepenanggungan akibat derita penjajahan yang
dirasakan oleh masyarakat, hal itulah yang kemudian melahirkan ide persatuan
dan gagasan berbangsa yang kemudian bernama Indonesia.
Dari aspek kesejarahan
tidak ada satu catatan pun dalam tradisi kesusastraan klasik yang menyebut nama
Indonesia, karena nama tersebut baru diperkenalkan pada tahun 1850 dan populer
ketika terjadi peristiwa sumpah pemuda 1928, sehingga untuk mengikat rasa
nasionalisme dipakailah nama Indonesia sebagai identitas kebangsaan dalam upaya
membangkitkan semangat resistensi terhadap penjajahan yang kala itu mulai
memberikan akses pendidikan bagi kalangan pribumi melalui kebijakan yang
dikenal dengan politik etis, meski
buah dari kebijakan tersebut hanya bisa dinikmati oleh kalangan priyayi
(bangsawan) dan mereka yang mengabdi pada pemerintah Hindia-Belanda, namun hal
tersebut tidak melumpuhkan geliat intelektual para pemuda utamanya dari
kalangan pesantren (santri). Maka momentum tersebut tidak disia-siakan dan
digunakan untuk menyebarkan paham nasionalisme kepada generasi muda yang
dikemudian hari menjadi para pejuang dan proklamator kemerdekaan, salah satu
tokoh yang paling berpengaruh pada saat itu adalah Umar Said Cokroaminoto yang
juga sebagai salah satu guru para pendiri bangsa.
Gajah Mada seorang
mahapati Majapahit dalam sumpah Palapanya
yang monumental justru menyebut nama Nusantara sebagai konsepsi perekat
wilayah-wilayah kekuasaan feodal majapahit yang merupakan cikal-bakal wilayah
geografis Indonesia, dari sisi relevansinya Nusantara (Jawa kuno : Rangkaian
pulau-pulau) mungkin lebih cocok digunakan sebagai nama pemersatu dari
lokalitas-lokalitas yang terpisah secara territori, mulai dari sabang di ujung
barat-utara, Pulau rote di ujung selatan, dan Merauke di ujung timur, baik dari
sisi historis maupun estetis. Namun sejarah pula yang telah memberikan warisan
identitas yang tentunya tidak serta merta hadir, namun melalui proses elaborasi
yang dilakukan oleh para pejuang kemerdekaan, maka banggalah dengan nama Indonesia.
Lost
of Identity
Identitas bangsa
Indonesia adalah sebuah entitas yang sarat dengan nilai etis-normatif yang
luhur, dengan nalar kultural oriental yang memiliki mentalitas lautan yang kuat
dan tangguh, sebagai negara archipelago bangsa
Indonesia memiliki akar komunalitas dan kolektifitas yang kuat, jauh dari paham
individualisme dan egoisme, mentalitas ini telah melalui siklus perubahan
tatanan sosial yang panjang dari komunal primitif, masyarakat feodal,
masyarakat agraria hingga memasuki zaman modern yang tribal. Kondisi itu
berubah ketika Industrialisasi yang mulai dicanangkan negara-negara barat pada
awal abad renaissance, ternyata tidak
memberikan dampak yang positif bagi negara-negara yang kaya sumber daya alam,
sejak saat itu gerakan ekspansi negara-negara barat untuk memenuhi kebutuhan
mesin industrinya berjalan secara liar tanpa mengenal batas demarkasi. Tak ketinggalan
Indonesia yang juga kedatangan tamu belanda yang dipimpin Cornelis de houtman
untuk pertama kali pada tahun 1596 dalam agenda perburuan rempah-rempah. Jatuh hati dengan
kekayaan bumi nusantara mendorong negara kincir angin tersebut melakukan
ekspansi ekonomi dengan niat melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah yang
kala itu menjadi komoditas yang paling dibutuhkan masyarakat Eropa. Ternyata
hal tersebut merupakan embrio penjajahan yang menjadi andil atas rusaknya
tatanan kesejarahan bangsa indonesia akibat kerugian dalam dimensi ruang dan
waktu yang dampaknya masih terasa hingga kini.
Salah satu dampak yang
paling signifikan dari ekses penjajahan adalah terjadinya kekaburan dalam
mendefinisikan identitas diri bangsa karena hilangnya sumber-sumber
kesejarahan, serta terputusnya warisan mentalitas dari generasi sebelum masa
penjajahan. Bahkan setelah kemerdekaan usaha untuk mengembalikan jati diri
bangsa menjadi salah arah ketika sebuah imperium kekuasaan bernama orde baru
berkuasa, pencarian identitas tersebut tidak saja mengalami kebuntuan, bahkan
tela mengalami distorsi yang sangat jauh, yang akibatnya bukan hanya amnesia
pada identitas diri bangsa, tetapi telah melahirkan mentalitas dekaden dalam
struktur sosial masyarakat.
Sebenarnya identitas
bangsa ini tetap hidup dalam sebuah dimensi kehidupan masyarakatnya, hanya saja
ia menjadi hilang bukan karena benar-benar telah hilang melainkan kita yang telah
kehilangan pengetahuan tentang identitas tersebut, salah satunya adalah tercermin
dari perilaku sebagian generasi muda bangsa ini yang tengah dilanda candu modernitas
ala barat, Yang akhirnya mereposisi identitas kultural dan kebangsaan mereka
sendiri akibat lost of identity.
Pesan
Optimisme Untuk Bangsa
Bangsa Indonesia adalah
bangsa yang kaya bukan hanya dari segi natural
resources tetapi juga memiliki social
power sebagai bangsa yang dikaruniai lebih dari 17.000 pulau, 600 lebih
suku bangsa yang didalamnya terdapat 300 lebih bahasa, semua itu merupakan
modal bagi national building yang
harus senantiasa dijaga dari bahaya konflik sosial dan konflik komunal hingga
gerakan separatis demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sukarno
dalam biografi politiknya senantiasa mendorong masyarakat indonesia untuk selalu
bangga terhadap bangsa dan negaranya, istilah inlander yang pada masa kolonial digunakan para penjajah untuk
menghina dan merendahkan masyarakat pribumi yang mereka anggap terbelakang,
dikubur dalam-dalam oleh sang founding
father negara Indonesia tersebut, untuk membangkitkan mentalitas dan rasa
nasionalisme dan menolak segala bentuk penjajahan model baru yang berusaha
dilancarkan oleh negara-negara barat.
Oleh karena itu
mentalitas primitif seperti perilaku kekerasan, korupsi dan sikap materialistik
bukanlah merupakan mentalitas bangsa, melainkan warisan hitam penjajahan yang
pernah tersemai kurang lebih tiga setengah abad lamanya, dan diduga juga akibat
rezim kotor nan otoriter zaman orde baru yang berkuasa selama 32 tahun yang
banyak meninggalkan catatan kusam dengan segudang pelanggaran hukum dan hak
asasi manusia.
Tentunya kita tidak
ingin larut dalam romantika sejarah masa lalu yang kelam, sudah 67 tahun bangsa
ini merdeka, euforia proklamasi yang setiap tahunnya kita rayakan semoga
memberikan spirit perubahan untuk masa depan bangsa yang oleh Stephen
Oppenheimer dalam bukunya yang terkenal menyebut eden in the east (surga di timur) sebagai Indonesia, serta masih
banyak lagi karya berupa tulisan dan catatan-catatan para cendekiawan dunia ini
yang dengan bangganya menceritakan kebesaran Indonesia dengan hasil
penelitiannya, maka sejatinya kita menjadi lebih bangga karena dilahirkan di bumi pertiwi ini.
Sejenak kita bisa
menengok kembali fakta sejarah kebesaran bangsa ini melalui banyak karya literasi kuno, klasik hingga karya ilmiah
modern, mulai dari epos kuno terbesar dan terpanjang di dunia lagaligo, cerita kebesaran sriwijaya dan
majapahit yang mampu menjadi mercusuar peradaban dunia timur pada masanya, menjadi
kerajaan yang disegani oleh kawan maupun lawan di darat dan di laut, hingga
dapat menguasai kawasan hingga keseberang lautan nan jauh, serta beberapa karya
monumental modern yang dengan jujur terbuka menceritakan fakta peradaban bangsa
ini, Kisah kebesaran bangsa ini adalah
warisan sejarah yang tidak mungkin dapat dimanipulasi, ada banyak fakta historis
yang akan menjadi saksi kebenarannya.
Maka kita tak lagi perlu
mendefinisikan bangsa ini dari sejarah oksidental, karena secara historis-kultural
bangsa ini telah besar sebelum negara-negara kontinental menemukan masa
keemasan peradabannya, karena negara-bangsa ini adalah karunia Tuhan yang
memang didesain untuk menjadi surga dunia.
Perpustakaan makam Bung Karno, Blitar-Jatim
Catatan kecil sebagai
persembahan Proklamasi RI ke-67 . . .
Post a Comment