0
Tahun Politik, Tahun Penuh Intrik
Posted by Fadhlan L Nasurung
on
10:57 AM
in
Opini
Kata orang-orang cerdas 2014 itu menjadi tahun politik negeri ini, dari
tingkat RT/RW, kelurahan, lokal hingga nasional semua kalangan merasa
terpanggil untuk ikut bersuara menanggapi gegap-gempita kehidupan politik republik
ini, media-media massa hingga layar kaca jauh-jauh hari sudah ribut soal
nama-nama yang akan meramaikan bursa calon orang nomor satu di bangsa ini.
Benar bahwa tema politik tak akan pernah habis untuk diobrolkan, momen politik
seolah sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari siklus kehidupan
masyarakat Indonesia, sejak berlakunya otonomi daerah, Indonesia mulai dilanda
wabah desentralisasi yang meniscayakan adanya sistem pemerintahan yang tak lagi
bergantung pada pemerintah pusat, pesta demokrasi daerah (PILKADA) pun bak
cendawan dimusim penghujan.
Ketika momen politik menjelang, banyak yang tiba-tiba mengidap social
hypocrite, ada yang begitu dermawan membagi “berkah” kepada masyarakat,
berlagak bagai dewa yang bertugas menyampaikan risalah kemanusiaan, kepedulian
kepada sesama. Yah, untuk menarik hati konstituen memberi adalah cara paling
jitu daripada sekedar empati. Wajar saja ketika kita harus siaga curiga kepada
siapa saja yang tiba-tiba menjadi malaikat. Tentunya tak semua politisi
demikian, ada yang memang sungguh berjuang untuk kesejahteraan rakyat, mulialah
golongan pilitisi ini. Saya kira masyarakat sudah mulai cerdas dan perlahan
melek politik, pengalaman lalu dimana mereka hanya menjadi political targets
masa-masa pemilu-pilkada dan menjadi silent majority setelahnya,
kini mulai sadar bahwa mereka juga punya political power yang dapat
menentukan perjalanan kehidupan sosial-ekonomi mereka beberapa tahun ke depan,
kan tak ada salahnya curiga terhadap setiap bentuk kebaikan yang orang lain
berikan, apalagi sifatnya musiman dan dalam momen politik tertentu.
Ketika anda mengintip layar kaca, membaca media massa, mendengar
siaran radio atau menyusuri jalan-jalan di kota hingga desa, anda akan tahu
bahwa ternyata semua hal di sekeliling kita telah menjadi media politik,
institusi agama yang selama ini dianggap “suci” ternyata tak lepas dari
politisasi, ceramah agama juga terkadang mengandung unsur politis, bahkan “Tuhan
“ menjadi cover politik yang laris di lapak-lapak milik para kandidat
eksekutif dan legislatif. Semua hal seolah memiliki intrik politik. Lalu apakah
kita harus menghindar dan berlagak menjadi sufi yang benci politik? Saya kira
itu tindakan yang sama sekali tak cerdas, justru hal itu membuktikan bahwa kita
memang merupakan mahluk politik, dimana hampir seluruh kehidupan kita
dikondisikan oleh kebijakan-kebijakan politik. Sekali lagi bahwa kita harus memiliki kesadaran dan pengetahuan politik yang mumpuni.
Perjalanan demokrasi di Indonesia memang masih seumur jagung,
kekurangan dan cacat di sana-sini hendaknya menjadi tanggungjawab bersama semua
stakeholder di bangsa ini. Tahun ini akan menjadi babak baru penentuan
kehidupan negeri ini beberapa tahun akan datang, jadilah pemilih cerdas, karena
seringkali kita tersenyum dan marah karena tingkah para pemegang kebijakan yang
kita beri amanah dan tanggungjawab untuk menahkodai bangsa ini. Saya masih
yakin bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan!
Post a Comment