0

Soeharto dan Pemimpin Sesungguhnya

Posted by Fadhlan L Nasurung on 12:42 PM in

Siapa yang tak kenal Soeharto, sosok yang memecahkan rekor kepemimpinan di negeri ini dengan menjadi presiden Indonesia selama 32 tahun. Telah enam tahun pasca kepulangannya, yakni 27 januari 2009, sepak terjang dan jejak langkahnya di panggung politik tanah air masih mengiang di kepala kita. Bapak pembangunan, sebuah anugerah yang disematkan kepada dirinya karena katanya telah berhasil membangun Indonesia selama periode jabatannya, mungkin bagi sebagian atau bahkan kebanyakan orang menganggap bahwa itu adalah sebuah pembohongan publik, terlebih bagi mereka yang terlibat aktif dalam aksi oposisi sejak awal kepemimpinannya hingga demonstrasi akbar di penghujung riwayat kekuasaannya tahun 1998. 

Tiga puluh dua tahun bukanlah waktu yang singkat untuk sebuah rezim yang berkuasa secara otoriter dengan mesin utama militer yang membunuh daya kritis masyarakat dengan menebar ketakutan dan ancaman. Masih hangat ketika beberapa aktivis pemuda, mahasiswa dan buruh harus mengalami nasib naas menjadi bulan-bulanan para PETRUS (Penembak Misterius), hingga mereka yang hilang jejak kabarnya dan masuk dalam kategori orang-orang yang MATIUS (Mati Misterius), semua itu merupakan bukti kuatnya otoritarianisme yang memasung demokrasi di negara ini selama orde baru berkuasa. Namun adakah Soeharto berjasa pada  republik Indonesia? KH. Abdurrahman Wahid/Gusdur, mantan presiden Indonesia yang kontra pemerintahan Soeharto di masa orde baru berpendapat bahwa Soeharto berjasa besar kepada bangsa Indonesia atas apa yang telah di capai, tetapi dosa Soeharto terhadap bangsa ini tak kalah besarnya. 

Aku mungkin belum cukup umur untuk bersuara ketika Soeharto memimpin negeri ini, namun yang masih kuat terbenak adalah ketidakmampuan masyarakat untuk sekedar menuntut haknya sebagai warga Negara, mereka hanya bisa pasrah menerima segala apa yang rezim tetapkan sebagai sebuah kebijakan yang akan diberi judul “untuk kesejahteraan rakyat”. Yah, sarana dan infrastruktur memang menjadi peninggalan orde baru yang cukup bisa dinikmati oleh masyarakat, meskipun kesenjangan pembangunan menjadi yang paling jelas terlihat antara pusat dan daerah, kota dan desa, sehingga buah pembangunan hanya bisa dinikmati oleh mereka yang tinggal di wilayah urban, selebihnya hanya menikmati ala kadarnya.

Pasca reformasi bergulir, keterbukaan kran komunikasi dan informasi mengisyaratkan demokrasi  telah kembali dari koma panjangnya (meskipun cenderung liberal). Memang sejarah akan selalu berbicara apa adanya, dulu Soeharto begitu dipuja karena karya orde baru dengan gemerlap imperium repressive-state aparatusnya, menggusur popularitas dan eksistensi Soekarno sebagai The Founding Father  Negara-bangsa Indonesia yang abadi dalam teks proklamasi. Kini kedigdayaan orde baru hanya meninggalkan bercak hitam dalam sejarah bangsa Indonesia. Pasca peristiwa huru-hara 1998 Soeharto menjadi pesakitan yang dituding melakukan penyelewengan kekuasaan selama berada dipuncak karir politiknya. 

Sejarah Mengungkap Fakta

Sejarah kembali berbicara dan menjawab, siapa pemimpin bangsa sesungguhnya? Sayangnya jawaban itu hadir ketika sang pemimpin telah kembali ke alam barzah. Dua tahun silam aku sempat berkunjung ke makam Soekarno di Blitar-Jawa Timur, makam itu begitu ramai oleh para pengunjung yang tak putus-putusnya, entah untuk sekedar melepas rindu, menitip doa, berwasilah, hingga yang ingin melakukan refleksi kebangsaan. Juga tak berselang lama aku sempatkan berkunjung ke makam Gusdur di Jombang-Jawa Timur, suasananya tak jauh beda dengan apa yang terdapat pada makam Soekarno, masyarakat yang lalu-lalang dengan berbagai macam hajat menjadikan pusara Gusdur tak pernah kering, bunga-bunga segarpun tak pernah sepi, lantunan ayat-ayat suci Al-quran tak henti-hentinya menambah suasana hikmad acara ziarah sekaligus silaturrahim hari itu, bahkan dapat kita saksikan di berbagai media beberapa waktu lalu masyarakat berbondong-bondong hadir dalam acara haulnya yang ke-4, beberapa tokoh-tokoh nasional juga menyempatkan waktu, hingga presiden SBY juga tak ingin ketinggalan, acara haul Gusdur juga di peringati di berbagai daerah di tanah air. Bagaimana dengan Soeharto, setelah tepat enam tahun kepergiannya kabar tentang peziarah yang ramai mengunjungi pusaranya tak juga terdengar dan terlihat di media massa dan layar kaca. Bukankah beliau adalah presiden dengan masa jabatan paling lama di negeri ini? Atau masyarakat lupa bahwa beliau adalah mantan orang nomor satu di bangsa ini?

Soekarno, Soeharto dan Gusdur adalah tiga presiden Indonesia yang sama-sama mengalami nasib politik turun tahta secara paksa. Soekarno di tahun 1966 setelah 20 tahun memimpin Indonesia dalam peristiwa Supersemar yang kontroversial. Soeharto pada tahun 1998 setelah kerusuhan dan demonstrasi besar-besaran di berbagai daerah dan akhirnya mengundurkan diri setelah berkuasa selama 32 tahun. Gusdur yang hanya menjadi presiden selama dua tahun lebih harus lengser dari jabatannya melalui keputusan sidang istimewa MPR 2001. 

Pasca wafatnya ketiga pemimpin besar itu, hal sederhana namun menjadi sebuah fakta adalah bahwa makam Soekarno dan Gusdur tak pernah sepi oleh peziarah yang datang dari berbagai penjuru nusantara, sedangkan di makam Soeharto tak terjadi hal serupa, atau juga makam beberapa tokoh yang pernah memegang tampuk kepemimpinan di negeri ini, entah karena Soekarno memegang gelar sang Proklamator dan Gusdur memiliki identitas ke-kyaian sehingga fenomena itu terjadi, lalu bagaimana  dengan Soeharto yang telah mendeklarasikan diri sebagai bapak pembangunan? Yang pasti bahwa alam kesadaran spiritual masyarakat kita tak mungkin berkata bohong atau bersandiwara layaknya banyak politikus hari ini. Kita tak akan menafikan jasa-jasa pak Harto selama menahkodai bangsa ini namun kita juga tak akan melupakan kelemahan-kelapaan (dosa-dosa) beliau. Olehnya semoga amal baik beliau diterima di sisi-Nya dan dimudahkan dalam pertanggungjawabkan amanah yang pernah diberikan kepadanya. Lalu bagaimana dengan B.J Habibie, Megawati, Susilo Bambang Yodoyono dan setelahnya ? Mari kita nantikan (tak ada maksud mendoakan), biarkan sejarah menjawab.



|

0 Comments

Post a Comment

Copyright © 2009 Manusia Cipta All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.