0
Balada Cinta Mahasiswa
Posted by Fadhlan L Nasurung
on
10:29 AM
in
Opini
Kapan anda mulai mengenal cinta? Sejak menggunakan seragam abu-abu,
biru-putih atau merah-putih? Kalau anda masuk dalam kategori ketiga, bisa saya
pastikan anda sudah menjadi seorang yang expert dalam urusan yang satu
ini, semoga tak salah ketika saya mengatakan bahwa anda adalah seorang lelaki
atau perempuan yang sudah mengalami manis-pahit, asam-garam kehidupan
romantisme yang penuh suka-duka dan problematika itu. Biasanya hasrat mencinta
itu dimulai ketika kita mulai berani melirik lawan jenis dengan mata berkicau,
kenakalan kecil itu berkembang menjadi tata laku yang dibiasakan, melahirkan
rasa suka, tak berselang lama kita mulai berani menyimpulkan bahwa itu cinta,
benarkah? Saya yakin semua orang memiliki perasaan yang berbeda ketika pertama
kali mengenal cinta, meskipun sebagian orang mengatakan bahwa ada di
antara mereka yang memiliki pengalaman cinta yang hampir sama.
Layar kaca sejak satu dekade terakhir telah memberikan pendidikan
romantisme lewat sinetron-sinetron remaja yang umumnya mengambil latar
kehidupan anak sekolah hingga kampus, sajian-sajian kisah cinta tersebut tidak
hanya turut menginspirasi mereka yang sudah cukup usia (red-dewasa) tetapi juga
telah mempengaruhi mereka yang masih duduk di bangku usia sekolah hingga
tingkat terendah (sekolah dasar). Betapa media memiliki otoritas untuk mengubah
pola dan tata fikir hingga laku hidup masyarakat kita, bahkan model mencintai,
mengungkapkan rasa cinta, dan menjalani hubungan asmara pun dikonstruk
sedemikian rupa untuk kepentingan stakeholder yang berdiri di
belakangnya. Coba perhatikan tempat-tempat dimana peraduan kasih digelar, kalau
bukan di kafe, pantai, mall, restoran kelas wahid hingga hotel berbintang. Kiranya
kita telah sangat faham bahwa sebagian besar yang ditawarkan layar kaca adalah
untuk mendukung kemapanan produksi capital, dan konsumsi ruang bagian
daripada itu.
Bagi seorang mahasiswa, mengidealkan model percintaan yang
disuguhkan oleh sinetron dengan banalitas konsep romantismenya adalah sebuah
hal yang menciderai identitas kemahaiswaannya. Lah, bukankah mahasiswa adalah agent
of change sehingga ia tak semestinya menjadi korban perubahan lalu digilas
zaman. Bukankah mahasiswa adalah agent of social control, sehingga ia
bertanggungjawab melakukan kontrol sosial, bukan justru menjadi budak yang
menghamba kepada konsepsi yang menjerumuskan masyarakat ke lembah nihilisme-materialistik.
Terlebih mahasiswa adalah source of moral force, dimana kekuatan
ketauladanan yang memancar dari sikap dan tata laku kehidupannya adalah harapan
masyarakat. Lalu, ketauladanan apa yang kita bisa petik dari model percintaan
ala sinetron?
Kiranya mahasiswa memiliki prototipe model merajut cinta yang lebih
bermakna dan memuliakan, itu semata-mata untuk mempertegas kesucian cinta. tak
ada cinta yang menjerumuskan pemiliknya ke lembah kehinaan, bila ada berarti
itu hanyalah nafsu yang di bungkus dengan label cinta dan dibumbui dengan
kata-kata pemanis yang meminjam istilah-istilah cinta.
Cinta seorang mahasiswa adalah cinta yang memanusiakan, memuliakan,
dan membangun kualitas diri. Cinta yang diutarakan atas dasar ketaatan kepada
Tuhan yang kemudian dibuktikan dengan sikap saling menjaga harkat kesucian
diri. Bangun komunikasi cinta melalui jalur pengetahuan, diskusi sebagai model
ungkapan rasa cinta, meningkatkan kualitas cinta dengan memperbanyak referensi
bacaan, dan menjadikan motivasi cinta sebagai kekuatan berbagi dan mengabdi
untuk orang lain. Sekiranya cinta adalah mahluk Tuhan yang padanya ada hakikat
kehidupan.
Post a Comment