0

Ketika Golput Menjadi Pilihan

Posted by Fadhlan L Nasurung on 12:52 PM in

Pesta pemilihan wakil rakyat dari tingkat kabupaten/kota, daerah hingga pusat tinggal menghitung minggu, beberapa hari belakangan agenda kampanye begitu semarak, di beberapa tempat pagelaran kampanye dengan orkes musik masih menjadi pilihan sebagian besar partai politik, memilih dekat dengan para konstituen yang dibungkus dengan acara hiburan musik memang sah-sah saja, tetapi apakah hanya itu satu-satunya cara berkampanye yang mampu meningkatkan elektabilitas partai? Saya kira kita semua sepakat menjawab tidak. 

Partai politik sebenarnya menjadi pihak yang paling bertanggungjawab untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, karena ia merupakan rumah bagi kontestan-kontestan pesta politik yang meramaikan bursa calon legislatif hingga eksekutif yang akan dipilih oleh rakyat. Panggung kampanye tak seharusnya sekedar menjadi ruang orasi politik para juru kampanye (Jurkam) yang berapi-api, menabur janji-janji lama sebagai harapan baru kepada masyarakat, ketika rakyat diam menyimak dan turut mengiyakan semua yang masuk ke telinga mereka, mulailah suasana dibuat sehikmat dan semelankolis mungkin, dan terakhir  adalah bergoyang dan berjoget bersama untuk merayakan ketidakberdayaan masyarakat menerima janji-janji politik yang hanya menjadi pemanis lidah saat kampanye berlangsung, setelah terpilih rasa manis itu berubah menjadi menjadi pahit getir kehidupan akibat bencana kebijakan yang menyengsarakan.

Atas dasar itu kemudian sekelompok orang mengumandangkan kampanye menjadi Golongan putih (Golput) yaitu ketidakikutsertaan dalam memilih calon pemimpin dan wakil rakyat, sebabnya bisa karena kekecewaan yang terus terjadi berulang-ulang setiap pesta demokrasi berlangsung, atau sebagian kecil memang menolak demokrasi sebagai mekanisme transisi pemerintahan. Namun yang paling banyak terjadi adalah dikarenakan wabah kekecewaan yang mulai menjangkiti umumnya kalangan muda yang merasa bahwa ada sebuah proses yang salah dalam penyelenggaran pesta demokrasi di negeri ini. Kejenuhan melihat fenomena korupsi dan penyelewengan jabatan yang terus ramai diberitakan di layar kaca semakin menambah kegalauan para penganut golongan putih melihat kondisi bangsa ini. Sebenarnya mereka yang memilih untuk tidak memilih alias golput adalah mereka yang sangat peduli terhadap kondisi perpolitikan di negeri ini, hanya saja karena krisis kepercayaan yang mungkin telah mengkristal mendorong mereka untuk membuat pilihan instan untuk abstain dalam pemilihan umum yang akan digelar 9 april nanti. Walaupun bagi saya itu bukan sama sekali pilihan yang bijak.

Memang fenomena Calon legislatif (Caleg) hari ini menjadi sorotan khusus banyak kalangan, selain karena indikasi money politic masih kuat, juga karena sistem pencalonan calon anggota legislatif yang masih sarat dengan nuansa transaksioner, dimana kita bisa melihat daftar caleg banyak dihuni oleh kalangan berduit yang kebanyakan berlatar belakang pengusaha, sehingga kekawatiran bahwa kebijakan akan dikondisikan untuk kepentingan modal tak bisa dielakkan. Jangan sampai animo menjadi anggota legislatif bukan didasari semangat pengabdian kepada masyarakat tetapi semangat kerja proyek untuk kepentingan pihak-pihak tertentu. Maka dalam kondisi ini pilihan golput mungkin ada benarnya, walau hanya sedikit.

Ada sebuah kaedah yang mengatakan bahwa “jika kita tidak bisa mewujudkan semuanya, jangan tinggalkan seluruhnya” kaedah itu mengisyaratkan bahwa tak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini, apalagi menyangkut sistem kehidupan, dalam hal ini kehidupan bernegara. Sehingga ketika sebuah idealitas tidak mampu kita wujudkan dalam realitas secara utuh, bukan berarti kita harus meninggalkan realitas itu kan? Ada banyak cara dimana kita bisa memperjuangkan idealitas itu dalam realitas yang ada. Saya kira semua orang sepakat bahwa pada pemilu kali ini banyak caleg yang tak memiliki kapasitas yang mumpuni, bahkan ada yang sebagian diantara mereka yang merupakan figur karbitan. Namun diantara sekian banyak caleg, mustahil tidak ada yang memiliki kualifikasi yang layak untuk dipilih, itulah mengapa kita harus menjadi pemilih cerdas, cerdas menentukan pilihan. Menjadi pemilih cerdas bukanlah hal yang sulit, untuk memilih calon anggota legislatif di semua level misalnya, kita tak mungkin mau membeli kucing dalam karung atau memancing ikan di air keruh. Mengetahui latar belakang para kandidat akan membantu kita menilai kapasitas mereka, apalagi dipermantap dengan mengecek apa saja yang telah mereka lakukan bagi masyarakat, kalau mereka adalah muka lama yang kembali mencalonkan diri, cara mengecek kelayakannya untuk dipilih kembali atau tidak adalah dengan melihat kontribusi yang telah mereka berikan untuk masyarakat selama menjabat sebagai wakil rakyat, jangan sampai mereka hanya mewakili masyarakatnya untuk hidup sejahtera dan menikmati kekayaan Negara tanpa pernah peduli pada rakyat yang diwakilinya. Bagi kandidat baru, cara mengecek kelayakan mereka bisa dengan melihat kontribusi nyata yang telah mereka lakukan bagi masyarakat sebelum ataupun setelah mencalonkan diri, sehingga  kerja-kerja pengabdian  yang telah  mereka lakukan teruji sebagai bentuk keshalehan sosial yang tidak dibuat-buat, melainkan telah menjadi karakter pribadi. Maka  ketika terpilih untuk duduk di parlemen mereka akan senantiasa memperjuangkan lahirnya kebijakan-kebijakan yang pro-rakyat.

Memilih golput memang menjadi hak setiap warga Negara, namun memilih untuk berpartisipasi memberi suara dalam pemilu nanti merupakan cerminan seorang warga Negara yang baik, mementingkan urusan banyak orang dari pada kekecewaan dan kejenuhan pribadi melihat problematika politik di negeri ini yang sebenarnya belum terlalu akut, saya kira optimisme untuk kehidupan politik bangsa yang lebih baik harus senantiasa dihidupkan, sehingga kita tidak terjebak dalam apatisme yang akan berujung pada sikap skeptis melihat bangsa kita didera berbagai macam persoalan.

Janganlah memilih mereka yang hanya menjadi penggembira atau yang hanya turut meramaikan pesta baliho dan spanduk dimana-mana yang membuat estetika kota dan jalan raya menjadi terusik, lalu setelah pesta demokrasi selesai mereka hilang entah kemana. Jangan pula memilih mereka yang mau membeli suara anda dengan nominal, karena sesungguhnya mereka itulah yang sama sekali tak pantas untuk dipilih, jika anda tetap ngotot menerima harga yang diberikan, maka anda secara sadar telah menyukseskan agenda korupsi di negeri ini. Pilihlah mereka yang masih berani berpolitik nilai ditengah maraknya gaya berpolitik transaksioner, karena mereka itulah para pejuang sejati yang akan membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik.  Jangan biarkan kehidupan negeri ini ditentukan oleh price (harga) bukan lagi oleh value (nilai), jadilah pemilih yang cerdas dan bijak, suara anda tak begitu murah untuk dibeli dengan recehan, hasil di kotak suara menentukan arah kebijakan negeri ini, maka jangan sampai kehidupan politik anda digadaikan dengan selembar kertas.

|

0 Comments

Post a Comment

Copyright © 2009 Manusia Cipta All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.