0
Kisah-Klasik Tawuran Antar Pelajar
Posted by Fadhlan L Nasurung
on
11:10 PM
in
Opini
Pagi
itu udara tak begitu sejuk, layaknya di desa-desa yang masih asri, jalananpun
sudah nampak ramai dengan kendaraan yang berjubel, saling kebut,
dahulu-mendahului karena sang pengendara sedang berburu waktu. Jalan-jalan ibu
kota memang senantiasa ramai-padat, apalagi di hari-hari sibuk, seperti hari
kerja, sekolah dan aktifitas di luar rumah lainnya. Meskipun di hari libur
sekalipun kemacetan ibu kota merupakan pemandangan rutin. Sehingga kadang kala
orang-orang di buat bingung ketika hendak bepergian, antara memilih hari kerja
atau hari lubur.
Di
tengah hiruk pikuk kota Jakarta, dari kejauhan nampak segerombolan anak
bercelaba abu-abu terlihat tergesa-gesa, mereka membawa berbagai alat-alat yang
terasa asing untuk anak yang berseragam sekolah, batu, kayu, besi, bahkan ada
yang memegang celurit dan parang, ada apa gerangan?
Tak
lama berselang sekelompok anak muda berseragam sama dari arah yang berbeda juga
terlihat dengan benda-benda berbahaya di tangan, perkelaihanpun pecah,
masing-masing kubu pelajar dengan tanpa rasa takut saling berhadap-hadapan,
melempar, memukul dengan kayu, mengayun-ayunkan tali yang telah di ikatkan
benda padat sekenanya, yah, sekenanya. Hal itu nampak menunjukkan mereka
bukanlah orang-orang yang terlatih, berpengalaman, dan profesional, karena
mereka bukanlah preman, bukan pula orang yang sedang mengamuk kesetanan, mereka
hanyalah sekelompok anak muda yang ingin diakui keberadaannya, mereka ingin
exist, tanpa tendensi dari kelompok lain.
Merekalah
sekelompok anak muda yang belum dapat secara cerdas mengontrol emosi yang
membatu, dengan cara berfikir apa adanya dan sejadinya, sehingga mereka kadang
lupa mempertimbangkan “akibat”, hanya sibuk mencari-cari “sebab”.
Mereka
juga hanyalah sekelompok pemuda yang merasa tak lagi memiliki ruang untuk
mengekpresikan diri dalam ranah-ranah yang positif menurut kaedah umum, bisa
karena minimnya perhatian orang tua yang tengah sibuk dengan rutinitas kerja,
atau kealpaan pihak sekolah yang kurang mampu memberikan pendidikan dan
menanamkan sikap dan budi pekerti luhur, yang pasti di balik tragedi itu ada
pihak yang harus bertanggungjawab.
Saya
juga pernah seperti mereka, memakai seragam abu-abu putih namun bedanya saya
tidak pernah terlibat tawuran, hehe. Tapi ketika ditanya kenapa mereka tawuran?
mungkin salah-satu jawabannya kurang lebih seperti ini:
Kami
terpaksa Tawuran, untuk menjaga gengsi sekolah, kami harus membuktikan bahwa
siswa sekolah kamilah yang paling Jago dan terhebat, walaupun dalam hal adu
jotos hingga tawuran sekalipun.
Yah,,
sekali lagi mereka butuh bimbingan dan pembinaan yang lebih, mereka adalah
sekelompok anak muda yang tengan disibukkan agenda pencaharian jati diri. Dan
tentunya kita tidak ingin proses pecaharian itu dicekcoki oleh sikap dan
perilaku kekerasan hingga berujung tawuran.
Post a Comment