0
Problematika Wilayah Urban
Posted by Fadhlan L Nasurung
on
11:22 AM
in
Opini
Kemacetan di Kota Besar (sumber : Kompasiana)
Program pemerintah tentang pemerataan persebaran penduduk yaitu transmigrasi ternyata tidak dapat membendung arus urbanisasi yang kian massif, seberapapun jaminan kehidupan sejahtera di desa, ternyata daya tarik perkotaan tetap menjadi sebab masyarakat berbondong-bondong memilih berdomisili dan mencari penghidupan di sana. Kota dengan berbagai kompleksitasnya memang senantiasa memberikan tawaran akses informasi dan sumber-sumber ekonomi yang cukup menjanjikan, tapi jangan salah, wilayah urban perkotaan juga menyimpan sejumlah permasalahan dengan tingkat kesemrawutan yang cukup akut, utamanya menyangkut tata ruang.
Tingkat
kepadatan penduduk di wilayah kota, memungkinkan terjadinya kesenjangan
pembangunan sarana dan prasarana sesuai dengan tingkat ekslusifitas wilayahnya,
di area pemukiman elit misalnya, berbagai kemudahan falisitas dan infrastruktur
dapat dengan mudah diakses, sangat jauh berbeda dengan wilayah-wilayah
pemukiman padat penduduk yang umumnya dihuni golongan masyarakat menengah ke
bawah, yang senantiasa harus berjibaku dengan warga lainnya untuk memperoleh
fasilitas publik yang sangat terbatas. Apalagi di daerah-daerah pemukiman kumuh
(slum), yang dihuni oleh masyarakat
kecil yang umumnya berprofesi sebagai buruh barang bekas, para penarik becak,
hingga pedagang kecil, yang sangat asing dengan berbagai karya pembangunan
kota. Semua itu merupakan potret ketimpangan kehidupan di perkotaan. Belum lagi
dengan tingkat kriminalitas yang tinggi,
sewaktu-waktu dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat.
Tata
kelolah wilayah perkotaan memang membutuhkan kerja ekstra dari pemerintah dan
berbagai pihak terkait, pembangunan yang tak kenal henti dan masyarakat
pendatang (comer) yang semakin
bertambah, menjadikan wilayah urban perkotaan layaknya mesin raksasa yang
sewaktu-waktu dapat mengalami kerusakan akibat tingginya frekuensi dan besarnya
beban kerja, namun tidak didukung dengan kapasitas yang memadai. Hal tersebut
terbukti salah satunya dengan semakin padatnya volome kendaraan yang tidak
seimbang dengan daya tampung ruas jalan, sehingga kemacetan menjadi pemandangan
klasik yang sehari-harinya mewarnai kehidupan khususnya di kota-kota besar.
Tingkat
urbaninasi yang tinggi merupakan satu indikasi kurang maksimalnya kebijakan
otonomi daerah (otoda) yang mulai dicanangkan sejak tahun 2001, ketimpangan
pembangunan kota dan daerah sangat terlihat dari tingginya antusiasme
masyarakat untuk tinggal di wilayah perkotaan, ditambah lagi nalar urban
masyarakat yang juga semakin mengkristal.
Nalar
pembangunan kota yang sentralistik adalah magnet sosial yang mengakibatkan
tingginya tingkat kepadatan wilayah perkotaan, ketika hal itu tidak ditunjang
oleh sistem tata kota yang baik dengan memperhatikan kondisi sosiologis
masyarakatnya, berbagai problematika sosial dan pembangunan tersebut akan
saling tumpang-tindih, dan akan semakin memperparah tingkat kesemrawutan
kota.
Post a Comment