0

Mahasiswa dan Tanggung Jawab Sosial

Posted by Fadhlan L Nasurung on 1:53 PM in
Hari-hari ini kampus-kampus menjadi semarak dengan berbagai atribut penyambutan, penyambutan bagi yang baru saja menyemat gelar mahasiswa, gelar yang tentu saja punya nilai prestige tersendiri, apalagi ketika mampu menembus universitas favorit yang menjadi dambaan banyak mereka yang baru saja menyelesaikan pendidikan menengah atas (SMA sederajat), agenda syukuran dalam tradisi masyarakat kita menjadi salah sebuah media untuk merefleksikan kebahagiaan atas anugerah dari-Nya sebagai buah dari usaha, bagi mereka yang belum ditimpa untung lulus seleksi di kampus favorit, tentunya masih banyak opsi-opsi kampus lain yang juga memberikan tawaran kesuksesan bagi siapa saja yang ingin menjadi bagian dari civitas akademiknya, menggantungkan mimpi dan harapan setinggi-tingginya kepada almamater pilihan membesitkan sebuah pesan luhur bahwa laboratorium manusia-manusia terdidik bernama universitas memiliki beban tanggungjawab yang sangat besar sebagai tempat penyemaian insan-insan kandidat pemimpin di masa depan.
Mahasiswa bukanlah sebuah gelar yang dibatasi oleh kaedah administratif sebagai seorang yang terdaftar pada sebuah perguruan tinggi, tetapi lebih jauh mengandung sebuah nilai subtantif yang semestinya mampu diilhami lebih dalam, dalam beberapa terminologi yang kerapkali disandingkan dengannya. 


Orientasi Mahasiswa Baru (Sumber : bemfah.blogspot.com)

Mahasiswa begitu identik dengan  kaum muda yang cerdas dengan visi dan paradigma proggresif, image sebagai intelektual memiliki sebuah implikasi adanya tradisi pengetahuan yang aktif dibangun di lingkungan kampus, variabel-variabel pendukung seperti lahirnya iklim dialogis yang sehat memungkinkan terbentuknya nuansa pendidikan yang berkarakter. Apalagi didorong oleh semangat saling berbagi dan menyelesaikan berbagai masalah di meja diskusi sebagai metode paling cerdas. Intelektual pada prosesnya yang simultan akan membawa para mahasiswa menuju capaian dalam istilah Ali Syariati sebagai Rausyan Fikr (insan tercerahkan) atau dalam bahasa Al-quran di sebut sebagai Ulul Albab sebagai tingkatan kualitas paling tinggi bagi seorang manusia terdidik.

Kampus dengan segala dinamikanya memiliki kompleksitas tersendiri yang akan menyambut para tamu mulia yang sedang hendak merajut benang-benang harapan untuk sebuah karya sulam terbaik di masa depan, bahwa kampus adalah sebuah dunia di dalam dunia yang merupakan miniatur perdaban kemanusiaan yang tertinggi, di sana para tetamu akan di jamu dengan berbagai wadah pengembangan potensi, forum-forum diskusi, organisasi-organisasi intra dan ekstra kampus serta berbagai komunitas-komunitas dimana semangat berekspresi dan berkarya mendapat tempat seluas-luasnya.

Tinggal bagaimana mereka yang awalnya buta akan berbagai hal tersebut mendapat bimbingan dari mereka yang telah lebih dulu merasakan atmosfir kampus (red-senior), sedang para pemegang kebijakan melakukan maksimalisasi fungsi dan tanggung jawab untuk memperbaiki suprastruktur dan infrastruktur yang menjadi penunjang utama berlangsungnya suasana belajar penuh hikmat. Sungguh sebuah gambaran yang sangat elegan akan sebuah pabrik raksasa, pencetak generasi pemimpin bangsa kini dan nanti. Namun benarkah itu adalah sebuah realitas di dunia kampus? Kalau iya, berarti penulis hanya memediasi para calon dan atau mahasiswa baru untuk memahami kampus dan keberhidupannya dengan sedikit informasi yang penulis ketahui dari hasil pengamatan yang mungkin dangkal dan tidak ilmiah. Seandainya apa yang penulis utarakan adalah hanya berupa opini yang tak memiliki fakta empirik, maka anggap saja itu semua adalah harapan yang tentu datang bukan hanya dari penulis pribadi, tetapi juga dari siapa saja yang menitipkan cita-cita dan mimpi besar kepada institusi pendidikan tertinggi itu.

Sebagai middle class dalam hirarki masyarakat yang memediasi antara negara dengan masyarakat grass root (akar rumput), mahasiswa memiliki sebuah tanggung jawab individu dan sosial setidaknya dalam tiga aspek strategis yang sering dideklamasikan dalam forum kemahasiswaan hingga ruang-ruang kaderisasi berbagai lembaga kemahasiswaan : 1. Mahasiswa sebagai agent of change, sebagai seorang agent yang memfasilitasi terjadinya perubahan dalam berbagai lini kehidupan dalam dan luar kampus, mahasiswa dituntut memiliki modal dasar untuk dapat turut andil dalam berbagai segmen perubahan yang berpengaruh besar terhadap berbagai sektor-sektor inti kehidupan. Kecerdasan atau yang akrab disebut intelektualitas menjadi entitas wajib yang harus dimiliki oleh mahasiswa jika memang ingin menegakkan dan menegaskan dirinya sebagai khalifah (wakil) untuk mengarsiteki perubahan ke arah yang lebih baik. 2. Mahasiswa sebagai agent of social control, sebagai kaum yang memiliki kecerdasan dari dialektika di berbagai ruang-ruang pengetahuan formal dan non-formal, tentunya pengetahuan yang diperoleh tidak untuk menjadi perbendahaaraan isi kepala semata, tetapi sebagai senjata untuk memecahkan berbagai problematika sosial di tengah-tengah masyarakat, peka terhadap berbagai realitas sosial yang tejadi dan secara responsif tergerak untuk menjadi bagian dalam proses memberi solusi baik secara teoritis maupun praksis. 3. Mahasiswa sebagai source of moral force, ibarat dunia entertainment mahasiswa adalah model paling ideal sebagai salah satu referensi ketauladanan bagi masyarakat, sikap dan perilaku mahasiswa sudah semestinya mencerminkan keluhuran sebagai refleksi dari internalisasi nilai-nilai moral dan etika baik yang berasal dari agama maupun kebudayaan dalam masyarakat. Setelah mampu menjadi mir’ah (cermin) yang memancarkan energi positif, maka mahasiswa bertanggung jawab untuk berada di garda terdepan dalam memperjuangkan dan menegakkan keluhuran norma-etika tersebut dalam kehidupan yang lebih luas.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa tidak sedikit yang mengenyam pendidikan di berbagai perguruan tinggi berparadigma work oriented. Kerja merupakan sebuah sarana aktualisasi diri yang paling fardu pasca memperoleh gelar sarjana, namun apakah kuliah semata-mata bertujuan untuk memperoleh pekerjaan layak? Atau ada sebuah variabel yang hilang dalam memahami hakikat menjadi mahasiswa dengan rutinitas kuliah dengan cita-cita pekerjaan yang memiliki gengsi selangit? Yah, paradigma kuliah sebagai salah satu tangga terbaik untuk seeking good job sama sekali benar, tetapi perlu direkonstruksi dalam kerangka yang lebih mulia agar tidak menghianati subtansi nilai kemahasiswaan yang telah disemat. Bahwa seeking knowledge and meaning adalah agenda utama bagi seorang mahasiswa yang harus senantiasa mewarnai kehidupannya di dunia kampus, bahkan agenda tersebut patutlah diposisikan pada puncak proses yang harus dilalui selama menjadi mahasiswa, karena keyakinan bahwa Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu. Derajat yang dimaksud tentunya mencakup baik dimensi dunia maupun akhirat. Berarti jangan pernah takut akan hidup miskin selama iman dan ilmu menjadi dasar pijakan dalam setiap langkah di bumi Tuhan, karena Allah akan memberkahi dengan berbagai kekayaan baik material maupun spiritual.

Saya selalu sepakat dengan konsep Ilmu bukan untuk ilmu, tapi ilmu untuk amal, yang berarti bahwa pengetahuan harus senantiasa mampu berdialog dengan realitas, bahkan terdapat kondisi dimana pengetahuan harus mampu merubah realitas yang timpang, karena sejatinya pengetahuan bertujuan untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran dan memperjuangkan kehidupan yang adil dalam multi lini. Mengapa hal itu harus bersumber dari mahasiswa? Karena keyakinan bahwa mahasiswa sejati bukanlah kaum reaksioner yang mengedepankan emosi dan kekuatan fisik dalam menyikapi persoalan, melainkan kaum terpelajar yang senantiasa bertindak atas nama kebenaran dengan rasionalitas dan nilai etis yang dijunjung, karena kaum reaksioner tak ubahnya seperti macan kertas. Seperti dalam sebuah ungkapan bahwa mahasiswa harus mampu berilmu amaliah dan beramal ilmiah.

Jadi bagi mereka yang sedang dalam euforia menjadi seorang mahasiswa baru, mengoreksi niat untuk melanjutkan riwayat pendidikan pada jenjang perguruan tinggi merupakan sebuah kemestian yang harus dipenuhi, karena secara sederhana segala apa yang kita putuskan dan lakukan bergantung pada niat yang menyertainya, dan niat pula yang akan menentukan berhasil tidaknya ikhtiar yang sedang ingin kita perjuangkan.


|

0 Comments

Post a Comment

Copyright © 2009 Manusia Cipta All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.