0
Jokowi-Foke, Media dan Kongsi Politik
Posted by Fadhlan L Nasurung
on
11:32 AM
in
Opini
Beberapa minggu
yang lalu saya menulis tentang semarak Pemilukada DKI jakarta yang banyak
menyita perhatian para kompasianer, sampai saat ini tema-tema politik antara
rivalitas Jokowi-Foke masih menjadi trend
di kompasiana, entah karena daya tarik kedua pasang calon yang memang
fantastis, atau hanya sekedar sarana propaganda untuk meningkatkan grade popularitas ke dua calon gubernur
tersebut. Hiruk-pikuk Pemilukada DKI jakarta memang sewajarnya memenuhi list berita di berbagai media, mengingat
posisi DKI jakarta sebagai Ibu kota republik Indonesia, ditambah warna politik
pada pemilukada ini memang memiliki corak yang sangat khas.
Joko Widodo,
walikota solo yang mencalonkan diri pada Pemilukada kali ini secara tak terduga
memimpin klasemen perolehan suara pada pemilihan putaran pertama, sosoknya yang
sangat berbeda dengan politisi pada umumnya, merupakan jualan politik yang
cukup menjanjikan. Hingga tak heran
pemberitaan tentang dirinya selalu menjadi yang incaran media. Apalagi sosok
calon pendampingnya, Basuki (Ahok) sempat menjadi pembicaraan hangat akibat
pernyataan kontroversial ketua DPR RI, Marzuki Ali yang menyerukan memilih
pemimpin yang seiman.
Nampaknya Jokowi
pantas menjadi selebriti politik untuk pesta demokrasi pemilukada kali ini,
tingkat perhatian publik terhadap sosok dirinya kian hari semakin bertambah,
apakah hal itu menjadi sinyal kuat meningkatnya elektabiltas masyarakat
terhadap dirinya, atau hanya sekedar ajang fantasi untuk meminimalisir tingkat
kekecewaan seandainya nanti dia tidak mampu memenangkan pemilihan gubernur
putaran ke dua, tapi yang pasti masa depan jakarta ada di tangan masyarakat
yang akan menentukan pilihan politknya sebagai bentuk penyerahan amanah dan
tanggung jawab kepada kandidat yang akan terpilih nantinya.
Berbeda dengan
Foke yang telah menjabat satu periode sebagai gubernur DKI Jakarta, tentunya
sosoknya yang memiliki kedekatan primordial dengan kelompok etnis Betawi, yang
merupakan etnis pribumi Ibukota Jakarta, menjadi sebuah kekuatan moral
tersendiri untuk optimis bahwa dirinya dapat kembali terpilih untuk memimpin
jakarta lima tahun kedepan.
Popularitas
tokoh memang sangat mempengaruhi tingkat elektabilitasnya, namun itu bukan
satu-satunya dalil untuk secara terburu-buru menentukan pilihan politik di
bilik suara, karena jangan sampai arus dan mainstream politik di media adalah
sebuah kongsi politik untuk memenangkan salah satu kandidat. Meskipun hal itu
hanya merupakan spekulasi, namun kiranya juga perlu menyoal independensi media
dalam kontestasinya di panggung politik, karena tidak dapat dipungkiri media
memiliki peran yang signifikan dalam melakukan propaganda terhadap alam bawah sadar masyarakat,
utamanya yang belum cukup memiliki senjata kritisisme.
Para pemilih dengan
berbagai latarbelakang sosialnya kiranya dapat menjadi pemilih yang selektif,
menjauhi pragmatisme politik serta menghindari apatisme politik. Karena menjadi
pemilih yang cerdas dan tidak sekedar ikut-ikutan akan menghasilkan pemimpin
yang benar-benar cakap dan memiliki integritas tinggi, sehingga nantinya mampu
menyelasaikan berbagai persoalan yang pelik sekalipun. Dan semua itu diabdikan
semata-mata untuk masyarakat dan kemajuan kota bekas Batavia itu.
Post a Comment