0
Santri dan Globalisasi
Posted by Fadhlan L Nasurung
on
12:37 AM
in
Opini
Globalisasi
dan moderenisasi sudah selayaknya menjadi motivator dalam proses percepatan pembentukan
karakter, mental, dan intelegensi generasi muda yang kini terjebak dalam
pusaran arus perubahan yang begitu massif. Sikap tangggap dan selektif terhadap
berbagai produk perubahan adalah hal yang harus dimiliki setiap generasi muda
yang tengah disibukkan dengan agenda pencarian jati diri, karena tanpa itu
anak-anak muda bangsa akan dengan mudahnya terombang-ambing dan cenderung
ambivalen di tengah ketatnya percaturan dalam memformulasikan karakter
dan mental anak bangsa yang kini tidak lagi lahir secara natural
Menumbuh
suburkan kegiatan kaderisasi kaum muda sebagai pemegang estafet kepemimpinan
bangsa merupakan corong solusi yang kurang mendapat perhatian serius oleh
berbagai pihak terkait, padahal ketika kita mencoba merunut proses sejarah
bangsa dan negara indonesia pra dan pasca kemerdekaan akan kita ketahui bahwa
orang-orang yang menjadi arsitek dan pelaku sejarah (pahlawan) adalah seorang
kader yang berproses dalam sebuah siklus perjuangan yang panjang dan sulit.
Mereka yang dengan berani dan tulus melakukan resistensi terhadap kolonialis
terilhami dari pemaknaan yang mendalam terhadap pentingnya menjaga harkat dan
martabat bangsa, mereka paham betul bahwa mati berjuang lebih mulia dari pada
mati terjajah dan pasrah. Dan mengetahui keberadaan mereka sebagai entitas dari
sebuah bangsa yang besar dan memiliki identitas lokal yang luhur, kuat dan
radikal (mengakar).
Dewasa
ini seolah identitas kita tengah dilucuti, kearifan lokal kita yang memiliki
nilai etis dan normatif yang luhur perlahan tergerus oleh proses westernisasi
dan adopsi massal budaya barat yang sarat dengan penyimpangan etika dan moral.
Sebagai bukti nyata para remaja lebih mengidolakan produk dan trend budaya barat dari pada budaya lokal bangsanya, bahkan mereka terkadang
merasa risih dan malu ketika menampakkan identitas lokal kebudayaanya.
Globalisasi yang melahirkan liberalisme disebut-sebut sebagai senjata barat
untuk menguasai dunia. Berkat hegemoninya, negara barat dengan mudahnya
mendikte pemimpin-pemimpin negara lain yang bermental budak untuk menyerahkan
desain tata negaranya untuk kepentingan mereka. Tak ketinggalan indonesia yang
tengah dilanda krisis kepemimpinan dan terkooptasi di tengah carut-marutnya
sistem perpolitikan dalam dan luar negeri, tak dapat berbuat banyak,
perlahan tapi pasti akan turut menjadi selir negara barat.
Selain
hegemoni barat radikalisme fundamental yang mengatasnamakan Islam juga turut
memperburuk situasi negeri ini, selain mengancam stabilitas keamanan dan
keutuhan NKRI juga mencitrakan islam sebagai agama yang sarat dengan
kekerasan dan eksklusifitas, sehingga umat islam di berbagai belahan
dunia khususnya di negara yang minoritas muslim menjadi bulan-bulanan dan
sasaran diskriminasi yang merupakan implikasi dari lahirnya Islamic phobia bagi
kalangan non muslim. Menjamurnya Islam ideologi dan Ideologi transnasional
belakang ini menjadi momok tersendiri bagi sebagian kalangan masyarakat, yang
tentunya sangat paradoks dengan ajaran agama islam yang rahmatan lil
alamin. Oleh karena itu gejala tersebut harus mendapat tanggapan serius
bagi mereka yang masih memahami Islam sebagai agama yang damai, sejuk, Inklusif
dan moderat.
Pesantren
sebagai salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia sudah seharusnya
mengambil tempat sebagai creator solution dari sekelumit polemik yang
mendera bangsa ini, Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang bernafaskan islam
merupakan tumpuan harapan untuk melahirkan kader-kader intelektual yang ulama
yang cerdas dalam nalar dan kuat dalam mental (spiritual), serta
senantiasa menjaga kearifan budaya lokal yang luhur. Santri memiliki potensi
besar untuk memimpin, meskipun sering muncul paradigma stereotipe yang menyebut
santri sebagai kaum tradisional, namun kenyataannya mereka cenderung lebih
modernis dan progresif dalam menelurkan ide dan gagasan, yang dengannya mampu
membentengi diri dari berbagai produk perubahan yang negatif, Sehingga mampu
menjadi katalisator perubahan positif bagi agama, bangsa dan negara.
Post a Comment