0

FKBS di Simpang Kepentingan

Posted by Fadhlan L Nasurung on 11:27 AM in
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah swt Sang pemilik semesta – Tak terasa Forum Kampung Bahasa Sulawesi (FKBS) tanggal 17 agustus 2014 yang lalu telah menginjak usianya yang ke – 2, sebuah capaian yang tak sama sekali patut untuk dibanggakan, melainkan untuk disyukuri, adakalanya setiap momentum waktu dalam fase kehidupan yang menjadi titik balik dari ketiadaan menuju ada (di dunia) menjadi ajang yang paling tepat untuk sejenak mengevaluasi segala aktifitas dan laku hidup dalam kurun waktu tertentu, merefleksikan diri, memutar kembali memori-memori dari masa yang telah lalu untuk melihat bercak-bercak hitam dari diri, paling tidak untuk bisa melakukan tambal-sulam mengingat kita hanya manusia biasa yang tak mungkin jauh dari noda dan tak memiliki dosa di masa lalu, kini hingga nanti yang tak pasti. Begitupula dengan FKBS, diusia yang masih sangat muda dan kondisi yang sangat jauh dari mapan senantiasa berbenah dan melakukan refleksi sebelum kembali melanjutkan agenda perjuangan yang tentunya butuh semangat dan optimisme yang tinggi.

Dalam sejarah ummat manusia dualisme hitam dan putih, baik dan buruk adalah sebuah kodrat sejarah yang tak terelakkan dan akan senantiasa mengiringi perjalanan sejarah sejak manusia pertama dicipta hingga akhir zaman, selalu ada saja yang berlakon sebagai kurawa ataupun pandawa, juga manusia senantiasa diperhadapkan pada dua hal yang tidak jarang dipertentangan satu sama lain, yaitu hidup dengan orientasi dunia atau hidup dengan orientasi akhirat, sehingga tak  jarang  dikalangan masyarakat kita ada yang hidup bermewah-mewah dengan gelimang harta, sedang di sisi berlawanan ada yang memilih menjalani aketisme, yaitu hidup dengan kefakiran yang jauh dari tujuan duniawi (biasanya hal ini dilakukan oleh kaum spiritualis-ekstrim ataupun mereka yang telah sampai pada derajat spiritualitas tertentu) walaupun dalam kenyataannya tak sedikit manusia yang mampu mendialogkan dan memilih keduanya, sebagai upaya harmonisasi kehidupan dunia dan akhirat, sebagai hal yang menjadi bagian integral dari ajaran agama. 

Di kelompok masyarakat yang lain ada yang ingin hidup kaya dengan berbagai kelengkapan fasilitas yang diproduksi oleh modernisasi, namun memilih cara-cara yang justru bertentangan dengan hukum dan ajaran agama yang tidak hanya merusak tatanan nilai yang ada tetapi juga merampas hak  banyak orang, perilaku korupsi, penyelewengan wewenang dan kekuasaan. Inilah  yang kemudian dikutuk oleh salah seorang pejuang kemanusiaan yang gigih suatu ketika “Dunia ini sanggup memenuhi seluruh kebutuhan manusia, namun tak akan pernah mampu memenuhi satu kebutuhan manusia serakah” (Mahatma Gandhi), teguran dan kritik keras Gandhi seorang asketik hindu pejuang kemerdekaan dan revolusi-damai dari India tersebut juga diperuntukkan bagi mereka yang menjadikan dunia hanya sebagi objek eksploitasi untuk memenuhi syahwat duniawi, tanpa pernah mampu menghidupkan kesadaran untuk melestarikan alam sebagai patner kehidupan bagi manusia. Lebih jauh kritik keras itu menjadi tamparan bagi mereka yang masih dilingkupi hasrat kanibalitas yang tinggi (homo homini lupus), yang menjadikan manusia lain sebagai objek eksploitasi untuk melayani syahwat materil-keduniawiannya. Oleh karenanya mengapa pendidikan menjadi begitu sangat luhur dan mulia, disebabkan salah satu tujuan dan prinsip dasarnya adalah untuk memanusiakan manusia (humanize humans). Bagi penulis  The main aim of education is to improve the life grade, and the educated people are obligated to improve the life grade of their society. Sehingga pendidikan meniscayakan adanya hubungan yang simultan antara pembelajar (peserta didik) dengan masyarakatnya secara terus-menerus bukan justru menarik diri dan mengambil jarak dari organ sosialnya tersebut.
 

Pendidikan untuk Bisnis atau Bisnis untuk Pendidikan

Pendidikan adalah politik tertinggi, melalui pendidikan kita bisa mengkonstruk alam kesadaran generasi pembelajar, melalui pendidikan pula masa depan bangsa ini dipertaruhkan, akan menjadi lebih baik dan semakin maju, begitu-begini saja, atau justru semakin mundur dan tertinggal. Itu semua ditentukan oleh sejauh mana pendidikan itu mampu berdiri diatas landasan prinsip dan nilai yang dianutnya serta bagaimana para pemegang kebijakan menentukan arah dan orientasi pendidikan di negeri ini. Apakah orientasi pendidikan adalah untuk meningkatkan harkat dan martabat manusianya, atau justru dunia pendidikan akan memproduksi manusia-manusia yang justru direndahkan harkat dan martabat dirinya, itu menjadi PR besar kita bersama.

Lembaga pendidikan sebagai pemegang tanggung jawab dalam mengimplementasikan prinsip, nilai serta orientasi pendidikan menempati ring satu dalam menentukan sejauh mana para peserta didik dapat mengetahui, memahami serta mengamalkan apa yang diperolehnya dari lembaga pendidikan terkait, sehingga visi membangun sebuah lembaga pendidikan menempati nomor wahid, karena visi akan menentukan arah kebijakan strategis sebuah lembaga pendidikan, hari-hari ini kita melihat berbagai lembaga pendidikan formal, informal serta nonformal menjamur, memenuhi setiap sudut ditengah pemukiman masyarakat (utamanya di perkotaan), ketika tujuan pendirian lembaga pendidikan tersebut adalah untuk berkontribusi dalam mencerdaskan dan memabngun karakter anak bangsa serta visi pendidikan yang diusung sejalan dengan nilai dan prinsip dasar pendidikan, maka optimisme untuk masa depan bangsa yang lebih baik akan semakin terang, namun jika kenyataan yang terjadi justru sebaliknya, lembaga pendidikan hanya menjadi motif dibalik hasrat untuk memperoleh materi dengan mengabaikan nilai-nilai luhur pendidikan itu sendiri, maka jangan salah jika dikemudian hari dunia pendidikan tak ada bedanya dengan dunia industri yang semata-mata memegang teguh profit oriented, lembaga pendidikan tak ubahnya seperti perusahaan yang hanya menjual jasa tanpa pernah melakukan sosialisasi nilai dan transfer pengetahuan berbasis ajaran agama, karakter dan kebudayaan bangsa serta nilai-nilai universal. Tak ada yang salah dengan bisnis, yang salah adalah ketika pendidikan hanya menjadi motif dibalik bisnis, apalagi jika pendidikan telah benar-benar menjadi ladang bisnis sehingga pendidikan semata-mata untuk kepentingan bisnis.

Adakalanya kita selalu digoda untuk mangkir dari visi hidup yang mulia dan luhur, karena dunia dengan berbagai kemajuan yang telah dicapai senantiasa menyediakan pilihan-pilihan yang semakin instan dan praktis, sehingga untuk tetap konsisten dan komitmen di jalan perjuangan yang tak banyak orang memilihnya dibutuhkan ketahanan yang ekstra sembari terus belajar dan berjuang dalam rangka meningkatkan kapasitas intelektual dan spiritual.

Dari awal FKBS didirikan dengan motif yang kemudian secara sederhana penulis simpulkan sebagai ibadah. Yah, FKBS menjadi sarana ibadah kepada Sang khalik dengan cara memudahkan urusan hamba-hamba-Nya untuk memperoleh akses pendidikan (dalam hal ini FKBS menyediakan jasa layanan kursus bahasa Inggris) dengan mengintegrasikan  berbagai capaian pendidikan secara holistik, sehingga dalam perjalanan dengan berbagai pasang-surut sejak awal didirikan hingga kini, FKBS tetap komitmen untuk mengusung visi pendidikan yang Murah, Merakyat, Berkualitas, Berkarakter dan Religius. Adapun FKBS tak sama sekali menafikan adanya motif bisnis, tetapi kami bukan pendidikan untuk bisnis, tetapi bisnis untuk pendidikan. Bisnis yang kami pahamipun bukan hanya yang bersifat keuntungan materi semata, tetapi juga investasi untuk akhirat kelak, bisnis untuk menegakkan prinsip dan cita-cita pendidikan yang sangat luhur. Semoga dapat istiqamah!

“The best one who can give the best things for the people” Long life study and stuggle!

|

0 Comments

Post a Comment

Copyright © 2009 Manusia Cipta All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.