0
Kritik Oto Kritik Demonstrasi Mahasiswa
Posted by Fadhlan L Nasurung
on
11:07 AM
in
Opini
Sejak
rencana kenaikan harga BBM digulirkan, mahasiswa langsung merespon dengan aksi
parlemen jalanan yang tersebar hampir di semua wilayah di Indonesia, namun
Makassar begitu menarik perhatian, sejak beberapa hari sebelum pengumuman resmi
kenaikan harga BBM diumumkan, jalan-jalan protokol di kota ini menjadi panggung
raya demonstrasi mahasiswa dari berbagai kampus dan organisasi, mahasiswa
Makassar memang menyimpan sejuta semangat perlawanan terhadap apa yang mereka
anggap tak pro terhadap rakyat.
Tidak
hanya di dunia nyata, dunia mayapun menjadi ramai dan hingar-bingar pro dan
kontra demonstrasi mahasiswa yang memacetkan jalan hingga berjam-jam, mereka
yang mengecam umumnya masyarakat kelas menengah ke atas yang memang tak pernah
merasakan asam-pahit demonstrasi, bahkan tak sedikit pula mahasiswa yang turut
menghujat aksi rekan-rekan mereka yang dinilainya tak menggambarkan watak
akademik kampus, jenis mahasiswa ini adalah mereka yang hanya peduli terhadap
angka-angka dari bangku perkuliahan tanpa peduli terhadap kebijakan pemerintah
yang berpengaruh langsung pada nasib masyarakat, mahasiswa jenis ini telah
kehilangan ruh kemahasiswaannya sebagai agent of social control.
Kesadaran
Mahasiswa
Paulo
Freire intelektual asal Brazil, salah seorang penggagas konsep pendidikan
kritis membagi tipologi kesadaran dalam masyarakat, lebih khusus kesadaran
mahasiswa. 1. Kesadaran Magis, jenis kesadaran ini banyak dilestarikan oleh
mereka yang umumnya memiliki doktrin keagamaan yang fatalistik, sehingga
menganggap bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan sosial adalah
diluar kehendak manusia, semua telah ditentukan oleh Tuhan, sehingga tugas
manusia hanya mengikuti alur takdir yang telah ditetapkan, tipologi kesadaran
ini sering dijadikan justifikasi untuk menerima segala bentuk kebijakan
pemerintah apapun bentuknya. 2. Kesadaran Naif, tipologi kesadaran ini meletakkan
masalah sosial seperti kebodohan dan kemiskinan adalah soal ketidakmampuan
individu untuk memaksimalkan potensi dirinya, sehingga paradigma ini menjadikan
masyarakat sebagai akar segala persoalan sosial yang terjadi. 3. Kesadaran
Kritis, inilah kesadaran yang umumnya dimiliki oleh para demonstran, bahwa
segala kepelikan sosial yang terjadi adalah bukan semata-mata karena persoalan
masyarakat, tetapi dibentuk oleh struktur kekuasaan yang menindas, tatanan
sosial yang timpang, sistem ekonomi yang tidak adil, dan intrik politik yang
penuh kepentingan. Sehingga mahasiswa jenis ini yang kemudian memiliki kepekaan
sosial dan senantiasa melakukan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang
tidak pro tehadap kemaslahatan rakyat.
Kritisisme
adalah senjata utama mahasiswa, bukan badik, busur, papporo ataupun bom
molotof, daya kritis yang dimiliki mahasiswa memiliki kekuatan subversif yang
dapat meronrong kekuasaan yang sewenang-wenang, dan menggetarkan hati penguasa
yang lalim. Ketika kritisisme mahasiswa berusaha dibungkam dengan tindakan
represif aparat keamanan (repressive state apparatus), mereka hanya bisa
melawan dengan batu dan kayu untuk mempertahankan jiwa dan raga mereka dari
aparat keamanan yang kerapkali bertindak brutal. Untuk memadamkan kritisisme
mahasiswa berbagai upaya dan desain dilakukan oleh pihak otoritas kampus, mulai
dari menyibukkan mahasiswa dengan setumpuk tugas perkuliahan dan menambah
jadwal perkuliahan, memperketat standar perolehan IPK mahasiswa, hingga
pelarangan berorganisasi bagi mahasiswa baru yang tentunya akan membuat mereka
bersikap apatis terhadap kebijakan pemerintah dan berbagai patologi sosial yang
menimpa masyarakat, pada kondisi ini cita-cita menjadi mahasiswa tak lagi
dilandasi oleh keinginan untuk menjadi agent of change dan moral
force tetapi akan mengarah pada semata-mata work oriented,
menyedihkan!
Anarkisme
Demonstrasi
mahasiswa seringkali diidentikkan dengan tindakan anarki, sedangkan anarkisme
selalu disamakan dengan faham kekerasan, padahal keduanya berbeda. Anarki
adalah sebuah sikap penolakan terhadap penguasaan manusia atas manusia dan
perlawanan terhadap penindasan, anarki umumnya dianut oleh mereka yang
menganggap bahwa Negara adalah alat penindasan terhadap masyarakat, sehingga
anarkisme menolak keberadaan institusi sosial yang mengatur masyarakat dengan kecurigaan
bahwa aturan-aturan yang dibuat oleh mereka yang memiliki otoritas di dalamnya
tak sama sekali bertujuan untuk menciptakan kehidupan yang adil dan sejahtera,
karena setiap pemegang kebijakan memiliki kepentingan diluar kepentingan Negara
dan bangsa.
Orang-orang
yang memperjuangkan anarkisme (anarkis) memang seringkali menggunakan kekerasan
untuk meraih tujuannya, karena bagi mereka revolusi fisik merupakan cara yang
harus ditempuh untuk meruntuhkan kekuasaan yang menindas. Namun anarkisme tak
selalu mengidealkan kekerasan dalam upaya
mencapai tujuannya, karena kekerasan bukanlah watak penganut mazhab anarkisme.
Seperti pendapat pemikir anarkisme Alexander Berkman, menurutnya anarkisme bukanlah
faham yang menghendaki kekacauan, barbarisme dan tindakan liar dari manusia, melainkan
mazhab pemikiran yang memperjuangkan dihapuskannya perbudakan,
kesewenang-wenangan, dan perampasan kebebasan, sehingga perang dan kekerasan
harus sebisa mungkin dihindari demi menciptakan kehidupan bersama yang setara.
Demosntrasi
hanyalah salah satu cara untuk menyampaikan aspirasi di ruang publik, umumnya
mahasiswa memilih cara ini untuk menyuarakan aspirasinya, karena demonstrasi
memiliki daya agitasi yang kuat, walaupun bentuk agitasi tersebut tak secara
utuh dikabarkan oleh media massa kepada masyarakat, apalagi yang sering ditonjolkan
justru adalah sisi kericuhan dan bentrokan.
Demonstrasi
adalah bentuk tindakan anarki dalam makna penolakan terhadap kekuasaan yang
menindas, namun harus diingat bahwa demonstrasi seringkali berujung kekerasan yang
dipicu oleh tindak represif aparat keamanan, juga adanya oknum yang melakukan
provokasi antara masyarakat dengan mahasiswa yang seringkali tidak berasal dari
massa aksi, dalam beberepa kejadian demonstrasi yang berujung bentrokan akhir-akhir
ini, kita sebagai mahasiswa juga harus melakukan oto kritik terhadap aksi
demonstrasi yang sering berlangsung hingga larut malam, jangan sampai hanya
mengundang antipati dari masyarakat luas. Berniat memperjuangkan hak dan
kepentingan rakyat, justru harus berhadap-hadapan dengan rakyat. Kecaman dan hujatan
kiranya bukanlah bentuk penolakan masyarakat terhadap demonstrasi, tetapi
penolakan masyarakat terhadap kekerasan.