1
Menengok Jejak Suharto
Posted by Fadhlan L Nasurung
on
12:44 AM
in
Opini
Kuasa
Itu Bernama Orde Baru
Mendengar
kata Orde Baru salah satu representasi ide yang akan terbenak adalah sebuah
imperium kekuasaan yang banyak menggoreskan luka sejarah dalam perjalanan
cerita kebangsaan Indonesia, bagaimana tidak, lebih-kurang 32 tahun orde
itu berkuasa dibawah tangan besi Suharto, seorang presiden yang diklaim
sebagai presiden paling tiran sekaliber hitler di Jerman dan Mussolini di
Italia, serta disebut-sebut sebagai presiden terkorup di urutan pertama dunia,
bahkan menurut Transparency International, lembaga internasional yang
melakukan riset tentang korupsi di dunia, menyatakan bahwa mantan presiden
Suharto adalah koruptor yang paling kaya di dunia, dengan kekayaan sekitar
15-35 miliar dollar AS (atau sekitar Rp 127,5 - Rp 297,5 triliun dengan kurs Rp
8.500), semua itu diperoleh dari hasil menjarah kekayaan bumi pertiwi berkat
kerjasama yang sangat apik dengan manusia-manusia biadab di bawah kaki para
kapitalis yang paling berpengaruh di dunia (Salah satu yang paling sering
disebut adalah David Rockefeller), yang dengan kelicikan intelegensianya mampu
menjadikan Suharto sebagai boneka binaan yang sangat merestui proyek-proyek
korporatokrasi dalam agenda penghisapan sumber daya dan kekayaan Indonesia.
Menelisik
lebih jauh tentang siapa sesungguhnya sosok Suharto akan mempertemukan
titik-titik opini yang selama ini mewarnai ragam sudut pandang, melihat seorang
Suharto yang dilahirkan di Jokjakarta 8 juni 1921 dari latarbelakang
keluarga petani, hujatan demi hujatan akan terus mengalir dari mulut dan tulisan-tulisan
di berbagai media oleh mereka yang mungkin mengalami langsung tindakan
represif era Suharto atau mereka yang menyimak betul lukisan sejarah
kebengisannya, dan tidak sedikit pula yang tetap memuja dengan apresiasi tinggi
presiden yang memiliki julukan bapak pembanguna tersebut, mungkin oleh mereka
yang menikmati betul romantika pembangunan ala Suharto yang secara fisik dapat
menyilaukan mata namun berdiri di atas pondasi tengkorak-tengkorak rakyat,
untuk menguak fakta yang sesungguhnya salah satunya dengan betul-betul mengkaji
rekam jejak Suharto dari awal mulanya terlibat dalam pergulatan politik hingga
akhirnya harus menerima karma politik pula, yakni lengser dari pangku kuasa
yang disinyalir diakibatkan oleh demonstrasi mahasiswa secara massif di jalan
dan kampus-kampus di berbagai penjuru tanah air pada bulan mei tahun 1998 lalu,
yang memuncak menjadi anarkisme aparat keamanan yang menjatuhkan korban empat
mahasiswa trisakti, yang sebelumnya diwarnai aksi penculikan aktivis-aktvis
mahasiswa, buruh dan pemuda yang kontra Orde baru, sebagian dari mereka kembali
dengan selamat walau harus menghadapi tekanan psikologi dan mental yang berat,
sedangkan yang lain kabarnya tak terdengar lagi, entah karena buta atau tuli,
teriakan reformasi untuk menegakkan keadilan dan mengusut tuntas kasus-kasus
tersebut tak pernah ditanggapi seius oleh pemerintah, hanya berlalu dan
seolah-olah ditenggelamkan oleh rekayasa sejarah tanpa ada proses hukum yang
adil.
Sejak
terjun ke dunia militer, Suharto memiliki beberapa catatan hitam yang memang
tak nampak dipermukaan, hanya diketahui oleh segelintir orang yang dengan daya
kritis mampu mengurai simpul-simpul kejahatan yang selama ini menjadi black box
era pemerintahan Orde baru, dalam sebuah catatan tentang biografi Suharto
diterangkan bahwa tahun 1959 lalu Jenderal Nasution pernah memecat Suharto yang
kala itu menjabat sebagai Pangdam Diponegoro karena memanfaatkan institusi
militer untuk memperkaya diri dari hasil hubungan gelap dengan
perusahaan-perushaan di Jawa tengah dan beberapa pengusaha Cina dalam
penyelundupan gula dan kapuk, sungguh memalukan !
diskusi Rumah Anak Bangsa (RAB), Pare-Kediri
Tumbal
Konspirasi
Ketika
Gerakan 30 septembar 1965 meletus, PKI dituding sebagai dalang dari
penculikan dan pembunuhan beberapa Jenderal angkatan darat, sehingga muncul
reaksi dari berbagai kalangan yang kemudian menunggangi masyarakat untuk
melakukan konfrontasi terhadap gerakan komunis tersebut, satu per satu korban
berjatuhan, aksi penculikan marak terjadi yang semuanya ditujukan kepada mereka
yang dituduh terlibat dalam gerakan makar tersebut, saat itu PKI menjadi
menjadi momok yang sangat menakutkan bagi masyarakat. Tapi anehnya ketika
beberapa petinggi angkatan darat menjadi sasaran penculikan, Suharto yang saat
itu merupakan orang kedua di Angkatan darat tidak termasuk dalam daftar
pembunuhan, banyak spekulasi-spekulasi yang berkembang bahwa Suharto juga
terlibat dalam mendesain G 30 S untuk menjatuhkan wibawa Sukarno dan mengambil
alih kekuasaan. Karena penting diketahui bahwa mereka yang menjadi korban
penculikan hingga kemudian dibunuh adalah mereka yang dulu memiliki hubungan
yang tidak harmonis dengan Suharto sewaktu menjabat di Angkatan darat. Entah
itu adalah sebuah fakta atau hanya berupa spekulasi-spekulasi ilmiah, tapi yang
pasti bahwa dibalik semua kejadian tersebut ada asas by design (rekayasa).
Ketika
presiden Sukarno dilengserkan dari jabatan di bawah bayang-bayang misteri
Supersemar, Negara-negara barat (utamanya Inggris dan Amerika) dengan penuh
suka cita merayakan kemenangan tersebut, hal itu memberi sinyal bahwa pengaruh
Sukarno yang sombong dan membangkan terhadap barat dapat segera dilenyapkan,
mimpi buruk itu pun terwujud setelah Suharto yang bersekongkol dengan petinggi
angkatan darat dengan bantuan militer inggris dan CIA melakukan genosida terhadap
para pengikut setia Sukarno baik pada tataran struktur maupun kultur, dan
diperkirakan lebih dari 3 juta nyawa melayang akibat kebiadaban rezim yang
dibangun atas dasar tirani kekuasaan yang otoriter tersebut. Presiden Nixon
bahkan menyebut peristiwa tersebut sebagai “Hadiah terbesar dari Asia”.
Selama
memangku jabatan presiden Indonesia Suharto banyak mencanangkan program
pembangunan di berbagai sektor, mulai dari pembangunan infrastruktur jalan,
jembatan, rumah sakit, sekolah dan sarana-sarana umum lainnya, hingga
industrialisasi sumber-sumber kekayaan alam Indonesia seperti hutan minyak,
batu bara, tembaga, emas, nikel, besi dan banyak lainnya, semua itu
dilaksanakan dengan dalih pensejahteraan rakyat untuk kemajuan bangsa, namun
sangat mengerikan karena di balik megahnya jembatan-jembatan, gedung-gedung dan
fasilitas mewah peninggalan Orde baru, di sana terdapat tumpukan mayat dan
aliran darah para pejuang kemerdekaan dan keadilan yang tidak rela Ibu pertiwi
dilacurkan kepada pihak-pihak asing yang dengan keji mengeksploitasi kekayaan
tubuhnya tanpa henti dan berhati, sehingga mereka layaknya tumbal pembangunan
untuk menyenangkan hati tuhan-tuhan para kapitalis yang bejat.
Teriakan
Kesaksian
John
Pilger Indosianis asal Australia yang meneliti tentang Indonesia dalam “ The
New Rules of The World” juga mengungkapkan bagaimana konspirasi
kapitalis-kapitalis dan perusahaan-perushaan dunia dari berbagai sektor telah
melakukan pemetaan dalam rangka pengambil alihan kekayaan Indonesia dalam
sebuah konferensi istimewa di Jenewa Swiss pada November 1967 yang disponsori
oleh The Time Life Corporation, adapun tim Indonesia yang diutus pada
konferensi tersebut adalah para budak-budak kapitalis yang diberi julukan “The
Berkeley Mafia”.
Seorang
bekas bandit dan mafia ekonomi dunia, John Perkins dalam bukunya Confessions
of an Economic Hit Man mengungkap secara gamblang bagaimana ia menjadi
salah satu agen World Bank dan IMF serta lembaga-lembaga keuangan internasional
lainnya, untuk meneliti dan membuat laporan tentang kondisi Negara dunia ketiga
seperti Indonesia, yang kemudian menjadi sasaran hegemoni dalam rangka meraup
keuntungan yang sebesar-besarnya untuk memenuhi nafsu serakah mereka, dengan
sihir developmentalisme para lembaga donor memberikan bantuan hutang kepada
Negara-negara yang distigmatisasi sebagai Negara terbelakang atau berkembang
(Negara dunia ketiga) dengan dalih untuk pembangunan, namun dibalik semua itu
mereka sedang melancarkan penghisapan kekayaan sumber daya Indonesia yang
anehnya justru disambut dengan sangat bahagia dan meriah oleh pemerintahan
Suharto, sehingga utang luar negeri Indonesia yang pada era Sukarno tidak lebih
dari 2,5 miliyar dollar AS, pada era Suharto utang Negara mencapai 100 miliyar
dollar AS, yang sebenarnya berpotensi lebih banyak mengingat merebaknya KKN
yang menjadi wabah nurani para pejabat-pejabat Negara yang menjadi kroni-kroni
Suharto, bahkan karena keserakahan yang tiada tara 1/3 (sekitar 30
miliyar dollar AS) dari dana pinjaman asing itu pun kembali masuk ke kantong-kantong
pribadi para hewan melata yang berdasi tersebut.
Sebuah
catatan sejarah yang tidak bermaksud menyibak kembali luka sejarah yang kunjung
tak terobati, tetapi untuk sama-sama kita telisik lebih jauh yang mudah-mudahan
dapat membuka mata kita lebar-lebar, tentang adanya kekuatan jahat maha dasyat
yang sedang menghisap keberhidupan bangsa dan Negara kita dengan sangat
sistematis, bahwa segala yang terjadi di bangsa ini adalah bukan sesuatu hal
yang natural dan berjalan dengan sendirinya, melainkan sebuah desain dari
agenda kekuasaan yang dipaksakan kebenarannya dan harus diamini oleh semua
rakyat hingga bertaruh nyawa. Sebuah proses balkanisasi yang bila tidak segera
dihentikan akan membawa bangsa ini menuju proses kepunahan sebagai konsekuensi
logis dari keterbelakangan dan ketertindasan yang terus-menerus dinikmati.
“Bumi
akan selalu mampu memenuhi seluruh kebutuhan manusia, tetapi tidak akan mampu
memenuhi satu kebutuhan manusia serakah (Mahatma Gandhi) “
Penulis
: M. Fadlan L Nasurung _ President of Assosiation of Sulawesi Student (ASSET)
Artikel
untuk diskusi Rumah Anak Bangsa (RAB)
edisi Sabtu, 12 Mei 2012 di Global E Female.
Kampung
Bahasa, Pare-Kediri.